Follow us:

Aisha Lemu: Alquran Bukan Buatan Manusia

Tokoh Muslimah di Nigeria ini dilahirkan dengan nama Bridget Aisha Honey di Poole. Dia dibesarkan sebagai seorang Anglikan. Kemudian memeluk Islam, menikahi seorang syekh Nigeria dan menjadi pendidik terkemuka dan pendiri Federasi Asosiasi Wanita Muslim di Nigeria (Fomwan).

“Saya dibesarkan di Gereja Inggris, tetapi tidak dapat memercayai agama yang saya anut. Saya merasakan kebutuhan akan kebenaran dan mulai mencarinya di tempat lain,” kata dia dalam sebuah pidato pada 2002, dilansir dari telegraph.co.uk. Sejak usia 14 tahun, pencariannya telah membawa ke penelitian agama Buddha dan Hindu.

Kemudian dia mempelajari sejarah, bahasa, dan budaya Cina di School of Oriental and African Studies (SOAS) London. Namun, pada usia 20 tahun dia men derita krisis spiritual, menyadari bahwa tidak memiliki kepercayaan dan tidak ada kepastian tentang apa pun, bahkan keberadaan Tuhan.

Saat itulah dia bertemu dengan beberapa siswa Muslim. Mereka berbicara dengannya tentang Islam dan memberinya Alquran yang diterjemahkan untuk menghilangkan beberapa kesalahpahaman. “Saya tahu sedikit tentang Islam dan tidak pernah menganggapnya sebagai kemungkinan karena citra negatif,” kenangnya.

Namun, segera setelah mulai membaca, dia merasakan bahwa ini adalah hal yang nyata. Ini bukan buku yang ditujukan hanya untuk suku gurun 1.400 tahun yang lalu. Itu juga ditujukan kepada semua manusia termasuk dirinya, seorang skeptis agama, yang hidup di era sains.

Beberapa pekan kemudian dia pergi ke Masjid Regents Park dan masuk Islam. Dia kemudian membantu mendirikan masyarakat Islam di SOAS, menjadi sekretaris per tamanya, dan berperan penting dalam pe bentukan federasi perkumpulan masya rakat Islam.

Setelah lulus dari SOAS, ia memenuhi syarat untuk mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Kemudian dia ber temu dengan calon suaminya, Syekh Ahmed Lemu yang juga belajar di SOAS.

Pada 1966, ia pindah ke Kano di Nigeria untuk mengajar di School for Arabic Studies. Saat itu Lemu adalah kepala sekolah. De lapan belas bulan kemudian ia dipindahkan ke Sokoto sebagai kepala sekolah di Government Girls ‘College. Dia dan Lemu menikah pada tahun 1968. Aisha menjadi istri kedua.

Pada tahun 1976 mereka pindah ke negara bagian Niger yang baru dibentuk di mana Aisha menjadi kepala Sekolah Ting gi Guru Wanita di Kota Minna. Se dangkan suaminya bertugas sebagai hakim Syariah di pengadilan banding Niger.

Ketika pertama kali datang ke Nigeria, Aisha Lemu bingung dengan cara belajar Islam. “Ini berfokus sepenuhnya pada bagaimana berdoa, cara berpuasa, tetapi tidak ada yang mengajar siswa mengapa mereka harus berdoa, berpuasa dll, atau bahkan mengapa mereka harus percaya pada Islam.”

Pada 1969, ia dan suaminya mendirikan Islamic Education Trust (IET), sebuah badan amal yang ditujukan untuk mem promosikan pertumbuhan pendidikan berkualitas tinggi dan mengintegrasikan perspektif Islam ke dalam kurikulum modern, dan pada tahun 1978 ia menjadi direk turnya. Dia juga anggota panel, yang dibentuk untuk merevisi kurikulum Islam nasional untuk sekolah.

Pada 1985, ia mendirikan Fomwan seba gai suara wanita Muslim di Nigeria, dan terpilih sebagai pemimpin nasional per tama. Sejak didirikan, Fomwan telah membuat banyak kemajuan dalam mem promosikan pendidikan wanita dan gadis Muslim. Aisha Lemu merupakan pengarang sekitar 30 buku, banyak di anta ranya, termasuk seri studi Islam ju nior, digunakan sebagai buku teks di sekolah-sekolah Nigeria.

Pada awalnya dia ragu dengan buku-buku yang dibaca. Dia tahu se dikit tentang Islam dan tidak pernah mempertim bangkannya. Na mun yang mengejutkan, ketika mulai membaca buku-buku tersebut dia menemukan pesan menarik di dalamnya. “Saya diberi tahu orang lain, dan melalui teman India, saya mulai bertemu Muslim lainnya. Kemudian diberi Alquran dengan terjemahan Yusuf Ali,” ujarnya.

Segera setelah mulai membacanya, dia merasakan bahwa ini adalah yang asli. Kejelasan, keseimbangan dunia ini dan akhirat. Dia langsung meyakini bahwa Alquran tidak mungkin disusun oleh Muhammad (SAW) atau oleh setiap manusia.

Sebelum menyelesaikan bahkan satu surah al-Baqarah, dia memu tuskan untuk tunduk kepada Allah, dan pada 26 Desember 1961 dia pergi ke Pusat Kebudayaan Islam (se karang Pusat Masjid) di London dan mengucapkan syahadat. Dia telah meninggal pada usia 78 tahun. Jejak kehidupannya meng inspirasi banyak orang untuk meme luk Islam. (Republika)

Tags:

Leave Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright 2023, All Rights Reserved