Follow us:

Meniru Cara Nabi Berpakaian

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan contoh paripurna dalam setiap aspek kehidupan. Kesempurnaan pribadi beliau tampak baik secara lahir maupun batin, yang tecermin melalui perilaku sehari-hari.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu menjaga penampilannya. Dalam hal cara berpakaian, beliau menjadi teladan utama ajaran Islam. Agama ini mengajarkan, pakaian haruslah pertama-tama menutup aurat. “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu(QS. AlA’raf: 26).

Cara berpakaian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam amat sederhana. Beliau sering mengenakan pakaian berwarna putih meski juga tampil dengan pakaian berwarna hijau, merah, hitam, atau abu-abu. Kesederhanaan itu berarti moderat, yakni tidak bermewah-mewahan dan juga tidak mengesankan kemelaratan.

Semasa hidupnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam amat menyukai pakaian hibarah, yakni sejenis busana khas Yaman yang terbuat dari katun terbaik. Itu merupakan salah satu jenis pakaian yang terhormat bagi kalangan orang-orang Arab.

Saat para raja masa lalu terkenal karena keindahan pakaian sutra dan perhiasan emas, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam justru melarang para lelaki untuk mengenakannya. Sutra dan emas halal untuk dikenakan kaum perempuan. Ketentuan ini sesungguhnya berpihak pada kesetaraan martabat antara lelaki dan perempuan; ihwal yang pada masa itu jarang ditemui.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang dua cara berpakaian. Pertama adalah yang disebut sebagai isytimal shamma. Artinya, mengenakan pakaian pada salah satu bahu sehingga salah satu sisi badan terlihat dan tak tertutup kain. Yang kedua disebut dengan ihtiba, yaitu dengan menyelubungkan pakaian saat duduk tanpa ada bagian sedikit pun dari pakaian itu yang menutupi langsung bagian kemaluan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga melarang umatnya untuk menyeret pakaian karena kain yang menjulur panjang. Kebiasaan menyeret kain itu cenderung menyiratkan sikap sombong. Allah Ta’ala tidak akan memandang orang yang melakukan itu pada hari kiamat. “Pada saat seseorang menyeret pakaiannya karena sombong, ia pun terbenam. Ia meronta-ronta di dalam tanah sampai hari kiamat. (HR al-Bukhari, an-Nasai, Ahmad).

Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh Abdullah bin Umar untuk mengangkat pakaiannya sampai pertengahan betis. Lebih terperinci, Abu Said al-Khudri mengatakan, Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Pakaian Muslim sampai pertengahan betis dan tidak masalah –atau tidak berdosa– yang sampai antara betis dan kedua mata kaki. Apa pun yang sampai di bawah kedua mata kaki maka tempatnya di neraka. Siapa saja yang menyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak memandangnya” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, at-Tirmidzi).

Selain itu, Rasulullah melarang untuk mengenakan pakaian syuhrah yang ditujukan untuk popularitas demi membanggakan diri. Beliau mencontohkan dengan memberikan pakaian khamishah-nya–yakni setelan baju yang berhiaskan motif gambar. Sebab, setelan demikian telah melalaikannya dari khusyuk dalam shalat.

Larangan lainnya adalah lelaki yang berpakaian menyerupai perempuan. Begitu pula sebaliknya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah dihadapkan dengan seorang lelaki yang berpenampilan seperti wanita. Kedua tangan dan kakinya diwarnai dengan pewarna henna. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun memerintahkan agar orang itu diasingkan ke Naqi, sebuah daerah yang berjarak dua malam perjalanan dari Madinah.

Cincin Nabi

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenakan cincin dari perak berhiaskan batu dari Habasyah. Cincinnya itu memiliki ukiran bertuliskan “Muhammad Rasulullah.” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menempatkan batu cincinnya di bagian dalam telapak tangan beliau.

Di mana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meletakkan cincinnya? Beliau mengenakan cincin pada tangan kanannya. Meski demikian, sumber lainnya mengungkapkan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenakan cincin di bagian kiri, tepatnya pada jari kelingking.

Rasulullah pun melarang laki-laki mengenakan cincin berbahan emas. Dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Umar, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengenakan cincin dari emas atau perak dan menempatkan batu cincinnya di dekat telapak tangan beliau.

Beliau pun menyuruh orang membuatkan ukiran bertuliskan “Muhammad Rasulullah.” Lalu, orang-orang membuat yang seperti itu. Begitu melihat mereka membuatnya, beliau membuang cincin itu dan bersabda, “Aku tidak akan mengenakannya sampai kapan pun.” Kemudian, beliau mengenakan cincin dari perak dan orang-orang pun mengenakan cincin perak.

Pada hadis lainnya, beliau juga melarang penggunaan cincin di jari tengah dan telunjuk. “Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menempatkan batu cincin beliau di dekat telapak tangan beliau.” (UYR/Republika)

Share This:
Tags: , ,

Leave Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright 2023, All Rights Reserved