Follow us:

Mereka Hendak Mencuri Jasad Rasulullah SAW

Makam Rasulullah SAW pernah menjadi target perbuatan keji. Dua orang berkomplot untuk mencuri jasad mulia Nabi Muhammad SAW. Rencana mereka nyaris berhasil, sampai akhirnya seorang penguasa Muslim turun tangan.

Seperti dikisahkan sejarawan Ali Hafiz dalam kitabnya, Fushul min Tarikh al-Madinah al-Munawwarah. Pada zaman Dinasti Abbasiyah, keadaan umat Islam sedang tidak kukuh. Berbagai serangan dari bangsa-bangsa luar, terutama yang bersatu di bawah bendera Tentara Salib, melemahkan sendi-sendi pertahanan kaum Muslimin.

Saat itu, raja-raja Kristen dari Eropa ingin sekali menjungkalkan pengaruh sultan-sultan Muslim di Tanah Suci. Beberapa dari mereka lantas merekrut dua orang mata-mata dari Afrika Utara. Keduanya beragama Kristen, tetapi dalam misi ini berpura-pura masuk Islam.

Singkat cerita, mereka berhasil menembus Madinah. Awalnya, dua orang ini memperkenalkan diri kepada penduduk setempat sebagai peziarah. Setelah menunaikan haji di Masjid al-Haram, mereka mengaku tidak ingin langsung pulang kampung.

Keduanya lantas meminta izin untuk bermukim di Madinah. Warga sekitar tidak keberatan. Bahkan, mereka tinggal di sebuah rumah yang cukup dekat dengan Masjid Nabawi.

Bertahun-tahun lamanya mereka bersosialisasi secara wajar dengan kaum Muslimin di Madinah. Mereka sering ikut majelis-majelis ilmu. Gemar berderma. Penampilan mereka tidak ubahnya orang-orang salih.

Memasuki tahun 1164. Sementara itu, di Damaskus (Suriah) ada Sultan Nuruddin Mahmud Zengi. Dialah penguasa negeri Syam dan sekitarnya, bahkan pengaruhnya diakui besar hingga ke Haramain.

Suatu malam, Sultan Nuruddin tiba-tiba mimpi berjumpa dengan baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpinya itu, Rasulullah SAW berkata singkat kepada raja tersebut, “Tolong saya.” Beliau SAW lalu menunjukkan dua wajah yang belum pernah dilihat sang sultan.

Sultan Nuruddin terhenyak dari tidurnya. Dia mencoba mereka-reka makna di balik ujaran Rasul SAW tercinta dan siapa dua orang itu. Setelah shalat malam, dia kembali beranjak tidur. Namun, mimpi yang sama kembali terjadi.

Dia pun kembali terbangun. Setelah menunaikan shalat malam, dia memejamkan mata lagi. Namun, untuk ketiga kalinya, mimpi yang sama terulang lagi.

Malam itu juga dia bergegas menuju Madinah, dengan diiringi sejumlah tentaranya. Sekitar dua pekan kemudian, rombongan dari Damaskus ini sampai di pintu gerbang Madinah. Setelah disambut warga setempat, Sultan Nuruddin masuk ke dalam Masjid Nabawi dan melaksanakan shalat di Raudhah, yakni dekat makam Nabi SAW.

Cukup lama dia merenungi makna kata-kata Rasulullah SAW di dalam mimpinya itu. Dia berdoa semoga Allah SWT memberikan kepadanya ilham dan kebijaksanaan.

Begitu keluar dari Masjid Nabawi, Sultan Nuruddin memerintahkan pengawalnya untuk membagi-bagikan hadiah kepada seluruh penduduk Madinah. Di samping bersedekah, dia diam-diam ingin menyelidiki, siapa orang yang mungkin berpotensi bahaya di tengah mereka.

“Apa masih ada warga Madinah yang belum berkumpul untuk menerima hadiah?” tanya sang sultan kepada khalayak ramai.

“Semua sudah hadir, kecuali dua orang salih yang tinggal dekat sini,” kata salah seorang dari mereka.

Sultan Nuruddin pun mendatangi kediaman dua orang yang dimaksud. Betapa terkejutnya dia. Sebab, wajah mereka persis seperti yang ditunjukkan Nabi SAW di dalam mimpinya.

“Siapa kalian berdua ini?” tanya sang sultan.

“Kami orang Islam dari Andalusia,” salah seorang di antaranya.

Keadaan di dalam rumah mereka tidak ubahnya kediaman orang-orang berilmu pada umumnya di Madinah. Ada banyak kitab, pena, rak buku, dan sebagainya.

Pandangan mata Sultan Nuruddin entah mengapa terpaku pada sehelai permadani usang yang terdapat di atas tanah. Sekilas, tidak ada yang mencurigakan dari benda itu. Hampir semua penduduk Madinah memiliki permadani di ruang tamu mereka.

“Aku ingin melihat permadani itu,” tunjuk sang sultan.

“Ada apa, wahai amirul mu`minin? Itu hanya permadani biasa. Kami punya banyak permadani lain yang lebih bagus,” jawab mereka.

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin melihatnya,” kata Sultan Nuruddin sambil mendekati benda itu.

Begitu permadani tadi disingkap, tampak sebilah papan pintu. Begitu papan itu dibuka, terungkap suatu jalan masuk terowongan yang dalam dan mengarah ke Masjid Nabawi. Sultan Nuruddin masuk ke dalamnya. Ternyata, ujung terowongan itu dekat sekali dengan lokasi tempat jasad Nabi Muhammad SAW.

Sultan Nuruddin segera menghampiri lagi kedua laki-laki itu dan menghardik mereka keluar dari rumah.

“Celakalah kalian berdua! Apa maksud ini semua!?” seru dia, sementara seluruh penduduk Madinah menyaksikan.

Setelah diinterogasi, dua orang itu akhirnya mengakui identitasnya sebagai mata-mata. Tujuannya, mencuri jasad Nabi SAW, untuk dibawa kepada pemimpin Tentara Salib di Eropa.

Bertahun-tahun mereka melakukan aksinya dengan berpura-pura menjadi Muslim yang salih di tengah penduduk Madinah. Barulah kini diketahui, alasan mereka sering berziarah ke makam Baqi. Sebab, di sanalah keduanya menaruh tanah bekas galian dari membangun terowongan itu.

Bila aksi itu tidak terkuak, mungkin dalam beberapa hari lagi mereka dapat mengambil jasad mulia Rasulullah SAW. Ujung terowongan itu tinggal beberapa meter lagi menuju makam beliau.

Dua orang itu lalu dihukum pancung. Sultan Nuruddin juga memerintahkan agar makam Rasulullah SAW dikelilingi parit yang dalam. Di dalam parit itu diisi cairan timah yang lalu mengeras, sehingga sukar ditembus. (Republika)

Leave Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright 2023, All Rights Reserved