Soal Himbauan Tarawih di Rumah, Sebaiknya Umat Islam Taat
DARUSSALAM.ID, Banda Aceh – Sehubungan dengan datangnya bulan Ramadhan 1441 H. Menteri Agama mengeluarkan edaran tentang panduan ibadah Ramadhan di tengah pandemi corona. Edaran tersebut intinya menghimbau umat Islam untuk melakukan shalat tarawih di rumah baik secara pribadi maupun berjama’ah dan tidak melakukan aktivitas yang mengumpulkan orang banyak seperti pawai takbir, tadarus bersama, sahur dan buka puasa bersama.
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA memandang bahwa himbauan Menteri Agama tersebut sudah sesuai dengan syariat Islam.
“Himbauan ini untuk kemaslahatan kita semua, agar terhindar dari virus corona yang sedang mewabah di Indonesia bahkan dunia. Jadi, himbauan ini sudah sesuai dengan syariat Islam yang mewajibkan kita untuk menjaga jiwa dari segala sesuatu yang membahayakannya,” kata Yusran kepada Kiblat.net pada Selasa (21/04/2020).
Para ahli medis sepakat bahwa salah satu penyebab penyebaran virus ini adalah kerumunan atau perkumpulan orang. Maka mereka menghimbau kepada semua orang untuk menghindari kerumunan atau perkumpulan dan tinggal di rumah untuk mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran virus.
Pemerintah juga telah menghimbau masyarakat untuk menerapkan sosial distancing (menjaga jarak sosial) dan tinggal di rumah. Himbauan pemerintah ini berdasarkan arahan dan petunjuk dari para ahli medis.
“Maka sudah sepatutnya masyarakat patuh kepada himbauan ini untuk kemaslahatan bersama,” lanjut Yusran.
Selain itu, para ulama dunia, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah menghimbau umat Islam untuk menjaga jarak sosial dan tinggal di rumah. Mereka juga merujuk kepada para ahli medis. Oleh karena itu, mereka menghimbau umat Islam agar tidak melakukan shalat berjama’ah lima waktu dan Jum’at di masjid selama wabah penyakit, namun shalat tersebut dilakukan di rumah baik secara masing-masing maupun berjama’ah dengan keluarga inti. Adapun shalat Jum’at diganti dengan zhuhur di rumah.
Di antara para ulama dunia yang menfatwakan ini yaitu: Dewan Ulama Senior Arab Saudi, Dewan Ulama Senior Al-Azhar Mesir, Dewan Ulama Senior Kuwait, Turki, Persatuan Ulama Dunia, Persatuan Ulama Liga Arab, dan para ulama besar dunia lainnya baik secara kelompok maupun pribadi. Pendapat ini pula diikuti oleh majelis Ulama Malaysia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Fatwa para ulama besar dunia ini, menurut Yusran, telah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits. Selain itu, berdasarkan ijma’, qiyas, maqashid asy-syariah, kaidah-kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh serta sadduz zari’ah. Para ulama berargumentasi dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang melarang perbuatan yg memudharatkan bagi diri sendiri dan orang lain.
“Mereka (ulama, red.) mengqiyaskan kekhawatiran terhadap penyakit Covid-19 kepada hujan deras yang membolehkan meninggalkan shalat berjama’ah berdasarkan hadits-hadits yang shahih, di samping menggunakan dalil ijma’ dan saddu az-zari’ah, serta kaidah-kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh tentang kemudharatan dan kondisi darurat,” urai Yusran.
Para ulama salaf dan khalaf, lanjut Yusran, sepakat (ijma’) bahwa wabah penyakit merupakan salah satu uzur (halangan) dibolehkannya meninggalkan shalat jama’ah dan Jum’at di masjid. Shalat berjama’ah dan Jum’at dilakukan di rumah. Shalat Jum’at diganti dengan shalat Zhuhur. Ini ijma’ ulama. Tidak ada khilafiah para ulama dalam hal ini.
Selain itu, para ulama juga sepakat (ijma’) bahwa hujan deras itu salah satu uzur syar’i untuk meninggalkan jama’ah di masjid berdasarkan hadits-hadits. Jika hujan bisa dijadikan sebagai uzur meninggalkan jama’ah, maka kekhawatiran terhadap penyakit pada saat wabah penyakit itu tentu lebih kuat menjadi uzur syar’i untuk meninggalkan jama’ah di masjid. Karena, wabah penyakit bisa membahayakan jiwa manusia. Adapun hujan tidak membahayakan, ini jika berdasarkan qiyas.
Maka Yusran menegaskan jika shalat lima waktu dan Jum’at yang hukumnya wajib diberi rukhsah (keringanan) untuk dilakukan di rumah selama wabah penyakit, maka terlebih lagi shalat tarawih yang hukumnya hanya sunnat. Maka sudah sepatutnya shalat tarawih dilakukan di rumah pada waktu wabah penyakit.
“Terlebih lagi shalat tarawih tidak diwajibkan dilakukan secara berjama’ah. Berbeda dengan shalat lima waktu dan Jum’at, hukum berjama’ah wajib bagi laki-laki,” tegasnya.
Menjaga jiwa merupakan kewajiban setiap muslim. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga adh-dharuuriyyat al-khams (lima kebutuhan pokok manusia) yaitu agama, jiwa, harta, akal dan nasab. Menjaga kelima hal ini merupakan maqashid asy-syari’ah. Maka, kewajiban kita berikhtiar untuk menjaga jiwa dari segala sesuatu yang membahayakannya.
“Dalam kondisi wabah covid-19 ini, kita berikhtiar mencegah virus dengan menghindari kerumunan atau perkumpulan baik di waktu ibadah maupun di luar ibadah, tinggal di rumah, memakai masker, memcuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, tidak bersalaman atau menyentuh dan sebagainya,” ungkapnya.
Namun Yusran juga berharap pemerintah untuk menutup rapat semua akses masuknya orang asing, khususnya TKA China, ke Indonesia.
“Pemerintah harus segera menerapkan lockdown seperti yang dilakukan oleh berbagai negara lainnya. Ini solusi yang paling ampuh untuk mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid-19,” pungkasnya.(Hud/kiblat.net)
Copyright 2023, All Rights Reserved
Leave Your Comments