Follow us:

SURVIVE MENGHADAPI SERANGAN FITNAH SYAHWAT DI AKHIR ZAMAN

 

10Robi’ul Awwal 1441 H/07 November 2019 M

Manusia pada dasarnya telah Allah Sempurnakan dengan syahwat. Dengan adanya syahwat manusia dapat memperbanyak keturunan agar kemudian dapat mengemban beragam tugas yang ada di bumi. Namun, apabila kita lihat pada masa akhir zaman yang haq benar sedang berlangsung saat ini para musuh-musuh Islam telah menjadikan syahwat sebagai senjata mutakhir utama untuk mengancurkan generasi muslim yang kelak seharusnya menjadi pejuang-pejuang pembela Islam. Kita ketahui bahwa sejak dahulu musuh-musuh Islam memang telah melakukan berbagai pergerakan, penyerangan dan tipu muslihat untuk dapat menghancurkan Islam yang sejatinya adalah suatu kebenaran mutlak yang ada di muka bumi.

Namun apabila kita dapat mengendalikan diri kita dari gejolak syahwat ini terdapat reward yang sangat besar dari sisi Allah Subhanahuwata’ala yang dapat kita lihat pada potongan surat Al-Mu’minun berikut,

  1. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman,
  2. (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya,
  3. dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna,
  4. dan orang yang menunaikan zakat,
  5. dan orang yang memelihara kemaluannya,
  6. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.
  7. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
  8. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya,
  9. serta orang yang memelihara salatnya.
  10. Mereka itulah orang yang akan mewarisi,
  11. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Lalu kemudian bagaimana cara kita melindungi dan membentengi generasi muda Islam dari kuatnya gelombang propaganda syahwat yang tengah dihembuskan oleh musuh-musuh Islam ini. Berikut beberapa tips yang dapat digiatkan untuk dapat survive menghadapi serangan fitnah syahwat di akhir zaman ini.

  1. Menjauhkan Diri dan Mata dari pemancing Syahwat

Tampaknya tips yang pertama ini membutuhkan kesungguhan dan tenaga yang ekstra dikarenakan beragam rutinitas dan aktivitas manusia zaman ini bersanding manis dengan keberadaan hal-hal yang berbau syahwat. Terlebih lagi sebagian besar penduduk bumi modern memiliki perangkat canggih yang dapat memuat hal-hal berbau pornografi secara mudah, cepat, dan dimana saja.

”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24] : 30).

“Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/41).

Kita umat Islam seharusnyalah membentengi diri dengan ketaqwaan yakni patuh dan tunduk kepada Allah Subhanahuwata’ala atas perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Menjaga dan mengawasi betul setiap gerak gerik diri dan mata kita dan siap siaga melakukan rem apabila melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sejatinya adalah jebakan-jebakan syahwat yang dapat menjerumuskan kita kepada kerusakan jiwa dan moral.

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)…. (an-Nisâ` [4] : 89).

  1. Menghindari Khalwat dan Ikhtilat

Apa itu Khalwat dan Ikhtilat ? Secara umum dan sederhana kita dapat artikan Khalwat sebagai berdua-dua’an dengan lawan jenis yang bukan mahrom dan Ikhtilat adalah berada dalam kumpulan orang ramai yang berdesak desakan dimana terdapat lawan jenis yang bukan mahrom disana.

“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban [lihat Shahih Ibnu Hibban 1/436], At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth 2/184, dan Al-Baihaqi dalam sunannya 7/91. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah 1/792 no. 430).

“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kacuali jika bersama dengan mahrom sang wanita tersebut.’ Lalu berdirilah seseorang dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk berhaji, dan aku telah mendaftarkan diriku untuk berjihad pada perang ini dan itu,’ maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Kembalilah!, dan berhajilah bersama istrimu.’” (HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim 2/975).

Dalam Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, tartib: Abu Muahmmad Asyraf bin Abdul Maqshud, II/561, halaman 568, Maktabah Adh-waus Salaf, cetakan pertama, tahun 1419 H, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syeikh rahimahullah berkata mengomentari hadits riwayat Abu Dawud di dalam Sunan, dan Bukhari di dalam Al-Kuna, dengan sanad keduanya dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari, dari bapaknya Radhiyallahu ‘anhu : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang para wanita ikhthilath di jalan karena hal itu akan menyeret kepada fitnah (kemaksiatan; kesesatan), maka bagaimana dikatakan boleh ikhthilath pada selain itu.

“Bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan orang-orang laki-laki ikhthilath (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita: “Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya”.

  1. Menghindari Bersendirian

“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih. Kemudian Allah menjadikannya debu yang berterbangan.”

Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.”

Beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersendirian mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (Shahih. HR. Ibnu Majah).

Terutama untuk kaula muda sebaiknya menghindari bersendirian diri terlalu lama. Maksudnya adalah bersendirian di kamar atau di tempat yang berpotensi syeithan laknatullah membujuk manusia melakukan hal-hal tercela. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif berkelompok, menghadiri majelis-majelis ilmu dan berkumpul dengan orang-orang sholeh adalah solusi untuk menghindari bersendirian diri yang apabila kita tidak memiliki iman yang cukup kuat dapat menghantarkan kita melakukan hal-hal negatif.

  1. Mewiridkan Dzikir Pagi dan Petang

Di zaman yang sudah carut marut antara haq dan batil ini sangat perlu memproteksi diri dengan selalu mengingat Allah Subhanahuwata’ala .

“Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Jadi pada intinya berdzikir sebanyak banyaknya bisa dilakukan kapanpun, terutama pada saat pagi dan petang.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Muslim) [HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737].

  1. Berdo’a Kepada Allah

Senjata seorang muslim adalah do’a. Do’a dapat menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena Allah lah yang memiliki segalanya, Ia berkuasa atas segala sesuatu. Tanpa terkecuali meminta kepada-Nya untuk melindungi kita dari kuatnya guncangan fitnah syahwat yang dijadikan sebagai propaganda oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan lini kehidupan yang tenang dan damai dalam Islam.

Dengan berdo’a berarti kita telah menunjukkan bukti ketergantungannya diri kita kepada Allah subhanahuwata’ala dan upaya selalu mendekatkan diri kepada-Nya.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Penuh yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan setiap do’a hamba-hamba-Nya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

  1. Bersabar

Beratnya perjuangan kita melawan musuh di negara dan zaman ini pada hakikatnya sama dengan perjuangan saudara-saudara kita di negri Syam yang berlumuran darah membela Agama, tanah, dan harga diri. Sebagian besar dari mereka telah mati di jalan Allah dalam melawan kedzaliman. Pertanyaannya apakah kita berada pada jalan perjuangan dan mati di jalan Allah? Atau kita malah terperdaya dengan geliat musuh yang sedang menjajah kita dengan pasti melalui isu budaya dan hak asasi manusia? Maka tetap berjama’ah melawan propaganda ini dan bersabar dalam menjalaninya adalah salah satu jalan.

…Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (Ali ‘Imrân [3] : 120).

Batas untuk bersabar itu adalah kematian, selagi ruh masih dikandung badan maka tak ada batas kesabaran. Terlebih lagi dalam menghadapi musuh musuh yang rela mengeluarkan uang dan tenaga sangat banyak hanya untuk menghancurkan dan merusak kehidupan manusia. Namun selaku orang Islam kita wajib beriman adanya pertolongan Allah dan pada akhirnya kemenangan adalah milik kaum muslimin.

“… dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan  melawan musuh. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]:177).

  1. Berpuasa atau Menikah

Islam adalah agama yang mempertikan dan mengatur semua lini kehidupan manusia agar kehidupan tersebut dapat berjalan sesuai naluri dan hakikat manusia. Dan islam pun memberikan berbagai solusi dalam menyikapi ujian dan rintangan yang dihadapi agar dapat dengan mudah melaluinya.

“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menerangkan bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam memerintahkan bagi orang yang telah bergejolak syahwatnya akan tetapi belum mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai diri dari serbuan syahwat, kemudian juga karena puasa dapat membantu kita mengontrol ketidakstabilan seluruh anggota badan serta seluruh  energi negatif untuk dapat melakukan ketaatan.

Dari hadist diatas kita diberikan petunjuk bagaimana cara membentengi diri dari gejolak syahwat yang tidak pada tempatnya. Terutama para pemuda yang sangat rentan melakukan hal-hal yang mengandung unsur maksiat dengan hati dan kemaluan.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Tidaklah Allah menciptakan segala sesuatu tanpa hikmah dan tujuan. Maka seyogyanyalah kita menjalani segala bentuk ujian di dunia dalam rangka memenuhi keta’atan kepada Allah agar kelak kita dapat kembali ke kampung halaman abadi yang hakiki yakni surga dimana puncak kenikmatan yakni bertemu dan melihat wajah Allah Subhanahuwata’ala akan kita dapatkan.

Sumber dari:(Hud/ https://wahdah.or.id/survive-menghadapi-serangan-fitnah-syahwat-di-akhir-zaman/)

Leave Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright 2023, All Rights Reserved