Follow us:

Prinsip Pajak Abu Yusuf, Ulama Ekonom Pada Masa Khilafah Abbasiyah

Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansari al Jalbi al-Kufi al-Baghdadi atau yang dikenal dengan nama panggilan Abu Yusuf adalah seorang ulama pakar ekonomi bermadzhab Hanafi yang pertama kali menulis secara khusus kitab tentang pajak dan pemasukan negara (daulah islamiyah).

Abu Yusuf lahir di Kufah, Iraq pada tahun 113 Hijriyah/731 Masehi dan wafat pada 182 Hijriyah. Beliau bukan lahir dari keluarga berada, sehingga saat menimba ilmu beliau harus bekerja dan mencari nafkah. Meski begitu hal tersebut tidak menyurutkan tekad belajar Abu Yusuf hingga beliau dapat menguasai multidisiplin ilmu mulai dari hadits, fiqh, hukum islam serta ekonomi.

Beliau berguru kepada ulama-ulama hadits besar pada masa itu, seperti Hisyam bin Urwah, Abu Ishaq as-Saybani, Abu Muhammad Atha’ bin Saib al-Kufi, dan Anas bin Malik.

Beliau belajar fiqh dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila dan secara langsung belajar dari Imam Abu Hanifah. Nama terakhir inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap pemikiran Abu Yusuf, yang nanti membuatnya menjadi salah satu ulama mazhab Hanafi termasyhur dan tepercaya di zamannya.

Abu Yusuf melahirkan sejumlah buku dengan disiplin ilmu yang berbeda. Di antaranya yang paling termashyur adalah kitab “Kharaj” (Keuangan Publik) yang merupakan panduan dan ketentuan terkait pengelolaan keuangan negara, termasuk pemasukan dan pengeluaran negara, mekanisme pasar, serta perpajakan.

Sebagai ulama yang disegani dan tepercaya, Abu Yusuf pun ditunjuk menjadi Qadi al-Qudah atau Hakim Agung pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Beliau menjabat sebagai Hakim Agung selama tiga periode kekhalifahan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, pada masa Pemerintahan Khalifah Al-Hadi, Al-Mahdi, dan Harun Al-Rasyid. Saat wafat pada 182 Hijriyah, beliau masih mengemban jabatan tersebut.

Prinsip Pajak Abu Yusuf

Saat menjadi Hakim Agung, Abu Yusuf banyak menelurkan ide brilian yang membuahkan sebuah kebijakan negara, terkait perpajakan dan kesejahteraan rakyat. Institusi negara harus memiliki sistem administrasi yang profesional karena memiliki dampak pada pengelolaan administrasi yang efektif, jujur dan efisien.

Hal itu didasari pemikiran ekonomi Abu Yusuf yang menilai bahwa pengawasan yang ketat pada pengumpul pajak adalah mutlak untuk mencegah penyelewengan dan tindakan korupsi pada keuangan negara.

Hasil pemikiran Abu Yusuf tentang pemasukan dan pengeluaran keuangan negara meliputi pajak, zakat dan jizyah tertuang dalam kitab Kharaj yang ditulis atas permintaan Harun Al-Rasyid, khalifah Abbasiyah kala itu.

Abu Yusuf mengungkapkan, sesungguhnya Amirul Mukminin Harun Ar-Rasyid (semoga Allah mengokohkan kekuasaannya) telah meminta kepadaku untuk membuat sebuah buku sebagai panduan umum, dalam pengumpulan kharaj (pajak tanah), usyr (pajak tumbuhan), zakat dan jizyah (pajak non-muslim).

Pemberian nama kitab Kharaj dilatarbelakangi oleh setidaknya dua hal. Pertama, karena mengandung beberapa persoalan pajak (kharaj, usyr, zakat dan jizyah). Kedua, karena pemasukan negara atau pemerintahan terbesar saat itu adalah kharaj (pajak bumi), oleh karenanya istilah kharaj berubah arti, dari pajak tanah menjadi pajak secara keseluruhan.

Dalam kitab Kharaj, sang penulis menerangkan penerimaan negara (Daulah Islamiyah) dibagi menjadi tiga.

Penerimaan Negara menurut Kitab Kharaj

1. Ghanimah, yakni segala sesuatu yang didapat dari peperangan dengan orang non-muslim, biasanya berupa senjata, makanan atau bentuk kekayaan lain.

2. Zakat, atau sedekah. Abu Yusuf secara khusus memberi perhatian pada zakat pertanian. Menurutnya, nilai zakat pertanian adalah 5% apabila tanahnya membutuhkan kerja keras untuk pengairan. Sedangkan tanah yang tidak membutuhkan kerja keras untuk pengairannya, hanya melalui air hujan contohnya, maka zakatnya 10%. Sementara zakat barang tambang adalah 20% dari total produksi (Oky, 2019).

3. Fa’i, yakni harta atau segala sesuatu yang dimiliki kaum muslimin dari orang non-muslim tanpa melalui peperangan, meliputi kharaj (pajak tanah), usyr (pajak beacukai yang dibayarkan saat melewati daerah perbatasan) dan jizyah (pajak perlindungan).

    Abu Yusuf, dalam kitabnya, menetapkan prinsip-prinsip yang jelas dalam hal penetapan pajak seperti kesanggupan membayar, pemberian kelonggaran waktu bagi pembayar pajak dan sentralisasi keputusan administrasi pajak.

    Beliau merekomendasikan penarikan pajak dengan sistem Muqasamah, bukannya sistem Misahah. Yakni penetapan pajak dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa lahan pertanian. Menurutnya, cara ini lebih adil dan dengan hasil yang lebih besar dapat memudahkan penggarap untuk memperluas tanah pertanian yang nantinya akan meningkatkan pendapatan negara.

    Namun hal itu, menurut Abu Yusuf, harus dibarengi dengan penyediaan fasilitas infrastruktur para penggarap atau petani.

    Andi Triyawan, melalui jurnal yang ditulisnya berjudul Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf; Relevansinya pada Ekonomi Modern, menyimpulkan sejumlah poin terkait prinsip Abu Yusuf dalam membuat kebijakan pajak.

    Pertama, sebelum menerbitkan sebuah kebijakan, Abu Yusuf mengadakan penelitian di lapangan sehingga aturan tersebut tidak memberatkan masyarakat. Kedua, adanya musyawarah dengan masyarakat sehingga dapat diketahui mana tanah subur dan tanah tandus yang mengarah pada perbedaan beban pajak. Ketiga, Abu Yusuf menyampaikan pertimbangannya bahwa bagi mereka yang menggarap tanah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, maka tidak perlu dipungut pajak, karena hal itu merupakan pengecualian agar banyak tanah yang terbengkalai menjadi kembali produktif.

    Bagi anda yang memiliki masalah terkait pajak, jangan ragu untuk melakukan konsultasi kepada konsultan atau lembaga yang berpengalaman di bidang perpajakan. (UYR/Hidcom)

    Share This:

    Leave Your Comments

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Copyright 2023, All Rights Reserved