Memelihara Keberlangsungan Amal
Oleh:Ustadz Wahibul Minan, Lc.
Imam Nawawi rahimahullahu mengutip dalam bab Menjaga Amal-Amal dari kitab Riyadhus Shalihin dengan beberapa ayat Al-Qur’an, yang kesemuanya menunjukkan bahwasanya manusia sepatutnya menjaga kebiasaan amal baiknya, diantaranya firman Allah:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد: 16)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al Hadid: 16)
Ayat ini memperingatkan kita, apakah belum tiba waktunya bagi orang beriman untuk berdzikir dengan khusyu’, tunduk dan patuh mengikuti apa yang diturunkan Allah dari kebenaran?! Ayat ini juga menjelaskan bahwasanya seseorang jika terbiasa mengerjakan kebaikan maka sepatutnya mengekalkannya (menjaganya). Misalnya jika ia sudah terbiasa tidak meninggalkan hal-hal yang sunnah, yaitu shalat-shalat sunnah yang mengiringi shalat-shalat wajib, maka hendaknya ia menjaga hal itu, Dan jika ia terbiasa melaksanakan shalat malam maka hendaknya ia menjaganya. Dan jika terbiasa shalat dhuha dua rakaat maka hendaknya menjaga hal itu, segala kebaikan yang ia terbiasa mengerjakannya hendaknya ia jaga.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman,
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثاً ……
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali….” (An Nahl: 92)
Imam Nawawi memaknai ayat ini dengan keterangan, “Janganlah kalian seperti wanita pemintal yang memintal kain wol, lalu tatkala ia sudah memintal dan membaguskannya, ia robek-robek dan menguraikannya, (janganlah seperti ini) tetapi hendaknya kalian tetap (istiqomah) dan kontinyu terhadap apa yang telah kalian lakukan.”
Dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya amalan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus. Adalah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengerjakan suatu amalan, beliau kontinyukan dan tidak merubahnya, yang demikian itu dikarenakan jika manusia sudah terbiasa berbuat dan mengamalkan kebaikan lalu meninggalkannya, sesungguhnya hal ini membuatnya membenci kebaikan, karena mundur sesudah maju adalah lebih jelek daripada tidak maju, maka kalau seandainya engkau belum mulai melakukan kebaikan, tentulah hal iti lebih ringan daripada engkau telah melakukannya lalu engkau tinggalkan, dan hal ini adalah sesuatu yang telah terbukti.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (الحجر: 99)
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al Hijr: 99)
Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma mengatakan bahwa maksud kata “yakin” adalah kematian. Berarti, beribadahkan kepada Allah Ta’ala sampai datang kematian.
Tak jarang manusia yang beramal dengan amal shalih tetapi seiring dengan berlalunya masa yang panjang, terjadi pergeseran-pergeseran niat dan keinginan, sejurus kemudian, hati pun bertambah keras sehingga dengan sadar atau tanpa sadar, mereka tinggalkan amal-amal shalih itu. Jika seseorang telah memiliki niat untuk menuntut ilmu, apalagi terbukanya peluang serta kesempatan yang ada untuk itu, maka seseorang jangan menyia-nyiakannya. Barangsiapa dibukakan baginya kebaikan (rezeki) hendaklah memanfaatkan kesempatan itu (untuk berbuat baik) sebab dia tidak mengetahui kapan pintu itu akan ditutup baginya.
Secuil Kisah Dari Keistiqamahan Amal Para Sahabat
Kita ingat akan kisah Bilal bin Rabah Radhiyallahu Anhu yang suara terompahnya telah didengar oleh Rasulullah di surga. Salah satunya lantaran Bilal selalu menjaga wudhu dan tak luput mengerjakan shalat sunnah setelah berwudhu, baik di siang maupun malam hari. Amalan ini beliau jaga hingga kematian datang menjemput. Begitu pula dengan sahabat-sahabat lainnya yang masing-masing mempunyai amal-amal khusus.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya.
Pada suatu malam Umar biasa mendatangi rumah-rumah para janda tua untuk membantu keperluan-keperluan mereka. Suatu saat Thalhah membuntutinya. Setelah Umar keluar, ia masuk dan ke rumah-rumah tersebut, ternyata di dalamnya adalah para janda tua dan mereka tidak mengetahui bahwa yang datang kepada mereka itu adalah Umar.
Demikianlah Khalifah Umar bin Khattab yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik secara diam-diam. Orang yang ditolongnya sering tidak tahu, bahwa penolongnya adalah khalifah yang sangat mereka cintai.
Abu Bakar Ash Shiddiq juga biasa pergi ke rumah salah seorang wanita tua yang buta. Beliau menyapu rumahnya dan memerah susu kambing miliknya. Suatu hari Umar membuntutinya. Ketika Abu Bakar keluar, Umar bertanya kepada wanita tua tersebut. Ia berkata, “Orang itu selalu datang kesini setiap hari, ia mengerjakan ini dan itu.” Seketika Umar pun menangis dan berkata, “Celaka engkau Umar, apakah aib-aib Abu Bakar akan engkau ikuti?”
Firman Allah Ta’ala,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى{17} الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى{18} وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَى{19} إِلَّا ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى{20} وَلَسَوْفَ يَرْضَى
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (Al Lail: 17-21)
Maksudnya, akan dijauhkan dari api neraka orang yang benar-benar bertakwa dan orang yang paling menjaga diri. Yakni membelanjakan hartanya dalam ketaatan kepada Rabb-nya untuk mensucikan diri, harta dan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya berupa agama dan dunia. Ia tidak mengeluarkan hartanya itu untuk balasan bagi orang yang telah berbuat [baik] kepadanya. Atau ia berikan harta itu kepadanya sebagai imbalan atasnya. Tetapi dia berikan harta itu, karena keinginan keras untuk bisa melihat-Nya di akhirat kelak, di taman-taman surga. Dan Allah Ta’ala akan meridlai orang yang mensifati diri dengan sifat-sifat tersebut.
Lebih dari satu orang mufassir yang menyebutkan bahwa ayat-ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu Anhu bahkan ada sebagian mereka yang mengisahkan ijma’ dari para ahli tafsir mengenai hal tersebut.
Beberapa ayat di atas mengingatkan agar kita menjaga amal baik hingga bertemu dengan Allah Ta’ala. Sebab, jika kita menjaga suatu amalan, hal itu merupakan bukti bahwa kita melakukannya karena cinta, suka, ikhlas hanya karena Allah Ta’ala semata.
Adapun hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Nawawi terkait penjagaan amal diantaranya hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَا عَبْدَ اللَّهِ , لا تَكُنْ مِثْلَ فُلانٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia tidak mengerjakan lagi” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata-kata fulan adalah kata “kinayah” tentang seorang manusia (seorang lelaki). Sedangkan perempuan dikatakan “fulanah”, dan kata fulan dalam hadits ini bisa terjadi adalah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bahwasanya Rasulullah tidak menyebutkan namanya kepada Abdullah bin Umar untuk menutupi keadaannya, karena maksud dari perkara itu tanpa pelakunya, dan mungkin juga Rasulullah menyebutkan nama lelaki itu, tetapi disamarkan namanya oleh Abdullah bin Amru.
Dari dua kemungkinan diatas, inti dan pokoknya adalah amal. Dan perkaranya adalah seorang lelaki, dahulunya mengerjakan shalat malam, lalu setelah itu tidak menjaganya (mengekalkannya), padahal mengerjakan shalat malam hukum pokoknya adalah sunnah, kalaulah manusia tidak melakukannya maka tidaklah ia dicela, dan tidak dikatakan kepadanya: “Mengapa kamu tidak mengerjakan shalat malam?”. Karena shalat malam adalah sunnah, akan tetapi keadaannya yang mana ia mengerjakan shalat malam lalu tidak mengerjakannya, inilah keadaan yang menyebabkan ia dicela. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu seperti si fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia tidak mengerjakannya lagi”.
Diantara pelajaran dari hadits ini:
- Rasulullah adalah seorang da’I mukhlis yang sering memonitor, mengkontrol para sahabat-sahabatnya dari segala sisinya, baik dari muamalah maupun ibadahnya.
- Diperbolehkan untuk menyampaikan, membuat sebuah perbandingan sebagai sarana untuk mendidik
- Dianjurkan ketika menceritakan perbuatan buruk seseorang yang mengundang celaan untuk disamarkan namanya
- Peringatan bagi orang yang beramal kebaikan lalu meninggalkannya. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan bukan karena rasa cinta kepada kebaikan dan benci keburukan. Ini merupakan bahaya besar
Bagaimana dengan penjagaan terhadap amal yang dilakukan Rasulullah?
عن عائشة ـ رضي الله عنها: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا فاتته الصلاة من الليل ـ من وجع أو غيره ـ صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apabila tidak mengerjakan salat malam, baik disebabkan sakit atau yang lain, maka beliau mengerjakannya pada waktu siang dengan dua belas rakaat.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam biasanya melaksanakan shalat malam sebanyak sebelas raka’at. Beliau salam setiap kali dua raka’at, lalu beliau berwitir dengan satu raka’at. Jika luput dari shalat malam karena tidur atau sakit, maka beliau mengganti shalat malam tersebut di siang harinya dengan mengerjakan dua belas raka’at. Inilah maksud dari ucapan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha tadi.
Oleh karena itu, jika seorang mukmin punya kebiasaan shalat di malam hari sebanyak lima raka’at, lalu ia ketiduran atau luput dari mengerjakannya, hendaklah ia ganti shalat tersebut di siang harinya dengan jumlah raka’at yang genap yaitu mengerjakan shalat enam raka’at, ia kerjakan dengan salam setiap dua raka’at. Demikian pula jika seseorang biasa shalat malam tiga raka’at, maka ia ganti dengan mengerjakan di siang harinya empat raka’at, ia kerjakan dengan dua kali salam. Begitu pula jika ia punya kebiasaan shalat malam tujuh raka’at, maka ia ganti di siang harinya dengan delapan raka’at, ia kerjakan dengan salam setiap dua raka’at. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menjaga dan memelihara amal kebaikan.
Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ مَا بَيْنَ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنْ اللَّيْلِ
“Siapa saja yang tertidur tidak membaca hizibnya (bacaan wirid yang biasa dibacanya) atau bacaan lainnya pada waktu malam kemudian ia membacanya pada waktu antara shalat Shubuh dengan Zhuhur (waktu dhuha), maka ditulis baginya seolah-olah ia membaca pada waktu malam.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan agar kita mempunyai kebiasaan untuk membaca wirid sebelum tidur. Agar jika tertidur atau lupa, kemudian membacanya di waktu pagi maka ditulis baginya seolah-olah ia membaca di waktu malam.
Wallahu Ta’ala A’lam
Copyright 2023, All Rights Reserved
Leave Your Comments