Imbauan MUI Tentang Pengelolaan Daging Qurban
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan sejumlah himbauan terkait dengan pengelolaan daging qurban yang biasanya dikelola pengurus masjid dan mushala.
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh menyampaikan, pada prinsipnya, masjid atau mushaa maupun lembaga yang mengelola daging qurban dari mudhohi (orang yang berqurban) bertindak sebagai pemegang amanah.
Tokoh yang akrab disapa Prof Ni’am itu menekankan, sebagai pemegang amanah, harus menjalankan amanah secara baik. Salah satunya jangan hanya mempertimbangkan kuantitas.
“Tapi tidak disertai dengan analisis mengenai pengelolaan daya tampung dan kapasitas, juga perencanaan distribusinya,” kata Prof Ni’am, beberapa waktu lalu.
Prof Ni’am mengingatkan, pemegang amanah untuk mengelola daging qurban harus memperhatikan beberapa aspek, khususnya aspek syariah.
“Dikelola secara bagus, disembelih sesuai dengan ketentuan syariah baik yang inti maupun sunnahnya. Termasuk ketentuan jangan sampai disembelih di luar waktu yang ditentukan,” sambungnya.
Prof Ni’am mengingatkan, dalam proses penyembelihan hewan qurban, pemegang amanah harus memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini agar tidak terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penyembelihan hewan qurban. Ia menjelaskan, untuk mengantisipasi agar tidak terjadinya kerusakan lingkungan harus memperhatikan sanitas, higenitas dan juga kenyamanan lingkungan.
Dalam proses penyembelihan hewan qurban, juga harus memperhatikan kesejahteraan hewan qurban. Prof Ni’am menekankan, tidak boleh melakukan kekerasan kepada hewan qurban yang berdampak menyakitkan bagi hewan qurban.
“Makanya begitu sudah menyiapkan diri untuk mengelola hewan qurban, tentu harus mengukur kapasitasnya. Dia mampu dari sisi pengelolaan, menyiapkan penampungan, penyembelihan, menyiapkan distribusi, sehingga manfaatnya bisa optimal,” tegasnya.
Oleh karena itu, Prof Ni’am menandaskan, pengelolaan hewan qurban harus dilakukan secara baik, sesuai dengan prinsip syariat guna mewujudkan kemaslahatan.
“Jangan sampai menyebabkan mafsadah (kemudaratan yang membawa kerusakan), termasuk pencemaran lingkungan. Kalau ada limbah, limbahnya ditampung, dilokalisir, kemudiaan dibuang ditempatnya. Distribusinya sesuai dengan ketentuan, kemudiaan, melakukan analisis mengenai manfaat yang optimal,” tegasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini mengingatkan, jangan sampai daging qurban ditimbun dan diserahkan kepada orang yang ternyata tidak berhak. Sementara yang berhak tidak dapat.
Selain itu, MUI meminta para pengelola daging qurban untuk memperhatikan mekanisme dan kondisi antrian ketika pembagian daging qurban.
“Termasuk mekanisme pembagiannya, jangan sampai orang disuruh antre, sehingga nanti bisa menyebabkan orang pingsan karena antrean dan sebagainya harus diantisipasi,” tutupnya. (UYR/MUI)
Copyright 2023, All Rights Reserved
Leave Your Comments